Nikmatnya Masakan Khas Suku Karo

Berikut ini saya paparkan makanan khas suku Karo yang sudah melagenda. hehehehe 😀

01. Cimpa

Kue ini terbuat dari beras ketan sebagai bahan utamanya,
sebagai isinya mengunakan gula yang di campur dengan kelapa parut,dan sebagai baju luarnya pada umumnya mengunakan daun pisang atau sering disebut Daun Singkut seperti gambar di bawah ini.

Kue Khas Suku Karo ini biasa di sajikan bila ada pesta-pesta, baik itu pesta pertemuan keluarga (Perpulungen), sampai pesta adat yang besar seperti perkawinan atau kerja tahun(Merdang merdem). sehingga Cimpa ini bisa disebut juga kue yang bisa kita dapat dan nikmati kala ada pesta, perpulungan, atau acara besar lainya, maka bisa dikatakan Cimpa merupakan salah satu simbol dari kekhasan makan Karo. Dan biasanya disetiap acara besar ga ada cimpa,
seperti ada yang kurang….
Manisnya gula + parutan kelapa di tengahnya itu loh….
hmmmmm….. yummy…… 😉

02. Terites

Makanan Khas Masyarakat karo ini terbilang yang paling unik, dimana makan ini terbuat dari berbagai jenis sayuran dan berisikan oleh jeroan atau bagian dalam Sapi, Kerbau, atau kambing. Bahan dasar dari makanan ini adalah rumput yang terdapat pada perut besar Sapi, Kerbau, atau Kambing.

Rumput yang digunakan belum menjadi kotoran karena rumput ini diambil bukan dari usus besarnya atau bagian sistem pencernaan. Rumput ini masih segar karena ketika kerbau atau sapi memakan rumput maka rumput yang baru di mamah di mulut akan ditelan dan dimasukan kedalam lumbung penyimpanan (perut besar) dimana kemudian akan di mamah kembali baru rumput tersebut akan di masukan kebagian pencernaan. Nah di kantung penyimpanan itulah rumput tersebut di ambil.

Terites ini merupakan makanan khas yang biasanya dibuat atau di sajikan pada saat pesta besar seperti Merdang Merdem (Pesta Panen Tahunan) sama halnya dengan cimpa.

03. Cipera

Masakan khas Karo ini terbuat dari potongan ayam kampung dan dimasak dengan tepung jagung sampai empuk dan berkuah kental. Kuah kental ini bercitarasa pedas karena memakai cabe rawit dan sedikit asam.

Selain di campur ayam, cipera ini juga dipadukan dengan jamur. Hmmmm…. jadi lapar saya 😀

04. Tasak Telu

Tasak Telu merupakan masakah khas Karo lainnya yang berarti “tiga masakan” yang terdiri dari masakan ayam rebus yang dicampur dengan berbagai bumbu. Air rebusannya disisihkan dan disajikan sebagai kuah atau sup. Ayam rebusnya yang termasuk jeroannya dipotong-potong untuk disajikan. Bila dikehendaki, ayam rebus ini dapat dimasak lagi sebentar dengan darah ayam. Dalam bahasa setempat, darah disebut dengan istilah “getah”

Bagian tulang-tulangnya dimasak lagi dengan sebagian kuah dan dicampur dengan cipera. Dengan tambahan bumbu-bumbu, campuran ini menjadi kuah kental yang gurih. Kuah kental ini – sebagai elemen kedua dari sajian ayam tasak telu – nanti diguyurkan pada ayam rebus ketika menyantapnya.

Elemen ketiganya adalah cincang sayur. Berbagai sayur rebus – kacang panjang, batang pisang, jantung pisang, daun pepaya, daun singkong, tauge – diurap dengan parutan kelapa berbumbu.

05. Kidu-Kidu

Masakan khas dari karo ini berupa ulat dari pohon enau. cara memasaknya. Setelah dibersihkan kidu ini digoreng agar bagian luarnya renyah, tetapi tidak sampai pecah agar cairan di dalamnya masih utuh. Kidu goreng ini kemudian dimasak sebentar dalam kuah arsik – kunyit, kemiri, bawang merah, bawang putih, andaliman, kincung (kecombrang). Dibawah ini gambarnya ( kidu yang belum dimasak. Jangan dimakan seperti gambar yang di bawah ya. Kidunya masih hidup. ntar dibilang kanibal pula. hehehe 😀 )

dan yang terakhir adalah SAKSANG & BPK ( Babi Panggang Karo ).

Semoga bermanfaat dan tambah lapar tentunya.. hehehe 😀

Berbagai Karya Seni Masyarakat Karo

Sebagai masyarakat yang telah menetap, tentu saja, masyarakat Karo juga telah menghasilkan karya-karya sebagai apresiasi jiwa seninya. Hal ini tentu tampak dari hasil karya seninya. Beberapa karya seni yang berkembang dalam masyarakat Karo adalah Seni suara, Seni gerak, Seni tenun, Seni bangunan, dan Seni sastra.

Berikut adalah keterangan singkatnya 😉

01. Seni Suara (Erkata Gendang)
Diketahui bahwa sebelum tahun 1800-an suku Karo belum mengenal seni suara secara mendalam. Namun, setelah melalui perjalanan waktu yang panjang, muncullah tanda-tanda nyata seni suara tersebut. Sebagai awalnya, masih berupa vokal panjang seperti memanggil seseorang , memanggil binatang peliharaan, menghalau burung, dan lain sebaginya. Dapat dikatakan suara-suara tersebut bersahut-sahutan dan ditemukan nada tertentu. Dari suara yang bersahut-sahutan timbullah seni suara walaupun masih belum memiliki tempo dan nada yang biasa. Dan, ketika satu lagu muncul maka lagu-lagu lainnya juga akan turut mengikut. Kemudian seiring berjalannya waktu timbullah orang yang memiliki keahlian menyanyi dan menggelutinya sebagai profesi yang kerap dipanggil sebagai perende-ende. Lagu ini masih berbau sedih dan digunakan untuk mengantar suatu cerita, doa, dan syukur, serta masih sejenis baik yang dinyanyikan oleh wanita maupun pria.

02. Seni Gerak/ Tari (Landek/ Perkolong-kolong)
Dalam bahasa Karo, tari disebut landek. Pola dasar dari tari Karo ialah: posisi tubuh, gerakan tangan, gerakan naik turun (endek) disesuaikan dengan tempo gendang dan gerak kaki. Pola dasar tari itu harus pula ditambah variasi tertentu sehingga tarian tersebut menarik dan indah.

Tari tradisional Karo dilihat dari bentuk dan acara penampilannya dapat dibedakan atas tugas jenis yakni:

1. Tari yang berkaitan dengan adat
Tari yang berkaitan dengan adat ialah tari yang dibawakan sewaktu adanya kegiatan adat. Misalnya, pada acara memasuki rumah baru disertai pemukulan gendang, pesta perkawinan, acara kematian, dan lain sebaginya. Tari adat biasanya dilakukan bersama kelompok marga atau kelompok sangkep nggeluh. Titik berat dalam penampilan tari pada acara adat ialah keseragaman dan kesopanan tanpa mengabaikan unsur keindahan. Hal tersebut dikarenakan tari dan gendang peranannya ialah untuk mengantarkan kelompok yang menari menyampaikan sepatah kata bagi keluarga yang mengadakan acara adat. Jadi tari yang dibawakan bukan untuk hiburan namun disisi lalin sebagai pelengkap kata dan untuk menarik perhatian semua orang yang hadir.

Lihat Selengkapnya Di sini